Langsung ke konten utama

Posisi Bayi Masih Sungsang di Trimester Ketiga


Tahun lalu, tanggal-tanggal segini sedang berada di fase ikhtiar, berdoa, lalu berserah. Minggu-minggu jelang melahirkan, usia kehamilan sudah masuk Trimester tiga di 37week namun posisi kepala bayi masih berada di atas. Sering disebut dengan istilah sungsang.
Ikhtiar setiap hari melakukan posisi knee cest sekitar 10 menit agar kepala bayi berputar ke arah jalan lahir. Setiap hari pagi dan sore jalan-jalan di halaman rumah sekitar 15 menit. Juga ngepel lantai dengan posisi jongkok yang agak menungging. Segala cara dilakukan, saran dari dokter, dari orang-orang dulu, baca buku hingga internet surfing.
Saya mengidamkan bisa melahirkan secara normal. Bahkan ketika usia kehamilan sudah memasuki 36w. Harapan itu tetap ada.
Gonta-ganti dokter obgyn saya lakukan. Sejak awal kehamilan di trimester pertama hingga usia kehamilan lima bulan (trimester kedua), saya kontrol di RS Awal Bros Evasari yang beralamat di Rawasari. Memilih RS tersebut karena dekat dengan tempat tinggal saat itu. Disana saya dengan dr. Dian Pratama, Sp.OG, M.M, M.Kes. Dokternya ramah, masih tergolong muda, dan kelihatan dari titlenya sepertinya orang yang senang belajar. Disana setiap bulan dicek janinnya via USG 3D. 
Masuk usia kehamilan ke-6 bulan, saya penasaran dengan USG 4D dan dapat info dari teman kalau sedang ada promo dari haibumil. Akhirnya coba kontrol yang di daerah Jakarta Timur, tarifnya lebih terjangkau buat buibuk, dua x lipat bahkan lebih jika dibandingkan dengan RS Awal Bros Evasari. *Udah jadi ibuk-ibuk matematikanya makin jago😆
Mau kontrol selanjutnya dapat info kalau haibumil cabang Jakarta Timur sedang ada perbaikan. Singkat cerita, akhirnya berpindah kontrol ke Depok. Memang lebih jauh sih, tapi saya dan suami anggap saja sekalian jalan-jalan naik kereta.
Dikarenakan saya berencana melahirkan di Bogor, saat usia kehamilan 8 bulan, atau sekitar 36 Minggu, saya kontrol ke dokter obgyn di RS Medika Dramaga. Dan disitu saya langsung di vonis harus SC. Shock mendengar pernyataan dari dokter tersebut. Asli dokternya sama sekali tidak ramah, padahal saya nampak sekali seperti kehabisan kata-kata dan mata berkaca-kaca.
Keluar ruangan saya nangis sesegukan. Suami sampai ggak tau lagi harus bagaimana. Sampai akhirnya saya mau diajak pulang namun sepanjang perjalanan air mata saya mengalir.  
Perlahan saya mencoba mempersiapkan diri untuk menerima kemungkinan melahirkan Sc. Merubah mindset tentang Sc. Melihat sisi positif dan negatif dari kedua cara melahirkan tersebut. 
Sampai akhirnya, saya mampu menerima jikalau memang harus Sc. Poin utamanya adalah, bayi dan ibu yang melahirkan sehat dan selamat dua-duanya. Lahiran normal dan Cesar hanya caranya saja. Keduanya akan membuat saya tetap menjadi seorang ibu. 
Setelah saya mulai menerima kemungkinan Sc, ibu saya menawarkan untuk kembali lagi ke RSMD dengen bertemu dokter yang lain. Dokter yang direkomendasikan oleh ibu saya yaitu dr. Raden Gioseffi Purnawarman, Sp.OG, MHKes. Dikarenakan saya memiliki fasilitas BPJS Kesehatan, akhirnya BPJS tersebut mulai digunakan. Antisipasi untuk persiapan jika memang harus lahiran sc.
Tidak sampai satu minggu saya kembali lagi ke RSMD diantar oleh ibu saya, bertemu dengan dokter Gioseffi. Wah baru masuk ruangannya saja sudah disambut dengan hangat. Dokter Gioseffi mengecek melalui USG 3D dan mengatakan, janin saya memang kepalanya belum berada di bawah. Tapi jika boleh ia meminta, tunggu dulu sampai dua minggu kemudian. Saat itu usia kandungannya sekitar 36w menuju 37w, berat bayi 3000 gram. Nampaknya dokter ini pro terhadap kelahiran normal.
Berbeda dengan hasil dokter sebelumnya yang mengatakan bahwa janin sudah 3200 gram dan harus segera ambil jadwal sc, sebelum pemilu. Pelayanan keduanya jauh berbeda sekali. Bagi saya, pekerjaan dalam bidang jasa itu sangat sekali berpengaruh yang namanya ‘pelayanan’. Walau setiap orang berbeda-beda dengan segala keunikannya, namun yang namanya sebuah pekerjaan yang berhadapan dengan manusia tentu berbeda perlakuannya dengan pekerjaan yang berhadapan dengan benda.
Kembali lagi ke cerita di atas, akhirnya saya berkiblat pada dokter Gioseffi. Ikhtiar, berdoa, dan berserah lagi sampai menunggu dua minggu ke depan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bayiku dengan Status ODP Covid-19

Akhir maret lalu, tanggal 28 Maret 2020 bayiku menyandang status ODP Covid-19 setelah dari IGD RS Medika Dramaga (RSMD) . Pagi selepas subuh mybaby Nuha (11month) dibawa ke IGD RSMD. Demam naik turun sudah hari ke4. Sebelum ambil tindakan pergi ke IGD, selama 3 hari Nuha dikasih sanmol drop di rumah kalau demamnya naik. Nuha tetap aktif walau badannya demam, ggak rewel, pengennya jalan-jalan terus, makan dan nyemil masih mau walau ggak banyak seperti biasanya. Keluhan yang menyertainya juga ggak ada, ggak ada batuk dan atau pilek, ruam ggak ada, nafas sesak pun Alhamdulillah ggak ada, hanya memang pupnya agak cair. Pikirku pup agak cair mungkin karena makannya bubur dan banyak minum ASI dan air putih, ibuk hawatir baby dehidrasi sebab demamnya itu. Frekuensi pupnya juga ggak lebih dari 2-3x dalam sehari. Seperti biasanya saja. Sesampainya di IGD RS, suasana berasa horor banget. Mau masuk IGDnya, di dalem keliatan ramai dan ada bapak-bapak yang nyamperin keluar nyuruh Nuha ni dipa...

PRODUK TERBARU OPPO ‘OPPO ENCO BUDS’

Hi guys! Aku suka banget dengerin musik. Musik bisa membuatku lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu, seperti penyelesaian tesis beberapa bulan lalu. Biasanya aku mendengarkan musik menggunakan headset / earphone . Terlebih kalau anakku sedang tidur, auto wajib pakai headset karena ia kurang suka kalau tidur dalam kondisi berisik/banyak suara. Selain itu   jika ada kegiatan webinar, akupun menggunakan headset . Terima telpon pun pakai headset , agar tangan tidak pegal memegang ponsel terlalu lama. Tetapi, aku sering diribetkan dengan kabel yang kusut melilit-lilit. Karena kadang setelah pakai lupa untuk merapihkannya kembali. Apalagi untuk seorang ibu sepertiku. Anak lihat aku pakai headset , auto diminta headsetnya, ditarik-tarik dan dimainkan. Akhirnya kabel jadi rentan putus dan rusak.  Kalau lagi di luar, pakai headset kadang terasa ribet juga. Mesti dicolokin dulu ke ponsel, dan kabel terasa mengganggu terhalang-halang. Akhirnya keliatan jadi heboh gitu dan merasa t...