Artikel tentang
“Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia”
Analisis + Komentar
NIRA PRIHATIN NUFUS
1715115429
MPA BK 2011
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
Program Studi Bimbingan dan Konseling
SEJARAH
BIMBINGAN DAN KONELING INDONESIA
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan)
pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960.
Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 –
24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP
Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP
Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP
Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan
dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan
Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah
Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di
IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan
di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari
tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui
tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit
bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di
dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan
bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih
belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun 1993
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi
pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP.
Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah,
kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua
terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya
SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang
di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK
Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan
diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru
Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah
mulai jelas.
Pra Lahirnya
Pola 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola
yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada
buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi
terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK,
berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing
sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut.
Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK
dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani
masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK
melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor
sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan
BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama
saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara
pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan
instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi
untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola
yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan
diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum
adanya hukum
Sejak
Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus
pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di
sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan
keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan
berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di
sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat
luar biasa untuk melaksanakan
BP di
sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka
Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat
yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru
adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di
sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan
oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau
pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka
kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya
terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum
ada aturan main yang jelas
Apa,
mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa
bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada
guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang
jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas
sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru
Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid
Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga
ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing,
orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya,
bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum
jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang
tidak jelas tersebut mengakibatkan:
1.
Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu
mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap
siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing
ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia,
Kesenian, dsb.nya.
2.
Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan
pengolah nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru
piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
3.
Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang
mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah
seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang
dikeluarkan dari celana atau rok.
4.
Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan,
karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi
kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
5.
Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari
personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak
terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan
konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah
di Indonesia.
Lahirnya
Pola 17
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yang
menyangkut bimbingan dan konseling adalah : 1. Istilah “bimbingan dan
penyuluhan” secara resmi diganti menjadi “bimbingan dan
konseling.” 2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah
adalah guru pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi
untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh
semua guru atau sembarang guru. 3. Guru yang diangkat atau ditugasi
untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka yang
berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran
bimbingan dan konseling selama 180 jam. 4. Kegiatan bimbingan dan
konseling dilaksanakan dengan pola yang jelas : a. Pengertian,
tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya. b. Bidang bimbingan :
bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan :
layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.d. Kegiatan
pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan
alih tangan kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa
yang kemudian disebut “BK Pola-17” 5. Setiap kegiatan bimbingan
dan konseling dilaksanakan melalui tahap :a. Perencanaan kegiatanb. Pelaksanaan
kegiatanc. Penilaian hasil kegiatand. Analisis hasil penilaiane. Tindak
lanjut6. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di
luar jam kerja sekolah. Hal-hal yang substansial di atas diharapkan dapat
mengubah kondisi tidak jelas yang sudah lama berlangsung sebelumnya. Langkah
konkrit diupayakan seperti :1. Pengangkatan guru pembimbing yang berlatar
belakang pendidikan bimbingan dan konseling.2. Penataran guru-guru
pembimbing tingkat nasional, regional dan lokal mulai
dilaksanakan.3. Penyususnan pedoman kegiatan bimbingan dan konseling di
sekolah, seperti :a. Buku teks bimbingan dan konselingb. Buku panduan
pelaksanaan menyeluruh bimbingan dan konseling di sekolahc. Panduan
penyusunan program bimbingan dan konselingd. Panduan penilaian hasil
layanan bimbingan dan konselinge. Panduan pengelolaan bimbingan dan
konseling di sekolah4. Pengembangan instrumen bimbingan dan
konseling5.Penyusunan pedoman Musyawarah Guru Pembimbing (MGP) Dengan SK
Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling
sekarang menjadi jelas : istilah yang digunakan bimbingan dan konseling,
pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti penataran bimbingan
dan konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK Pola-17, pelaksanaan
kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian
dan tindak lanjut. Pelaksanaan kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja.
Peningkatan profesionalisme guru pembimbing melalui Musyawarah Guru Pembimbing,
dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks dan buku panduan.
ANALISIS ARTIKEL
What : Sejarah Bimbingan dan Konseling
Indonesia
Who :
Anggota Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) ; guru
bimbingan dan npenyuluhan / guru bimbingan dan konseling ; Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta,
IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan
IKIP Menado ; orang tua murid ; murid.
Where : Malang ; sekolah.
When : 20 – 24 Agustus 1960 ; 1964 ;
1971 ; 1975 ; 1978 ; 1993.
Why :
Perkembangan zaman, belum adanya kejelasan tentang bimbingan dan konseling,
masih sedikit lulusan dari jurusan bimbingan dan konseling.
How :
Seiring waktu berjalan bimbingan dan konseling terus mengalami perubahan
menjadi lebih baik.
Isi :
Nyambung dengan judulnya.
Kebahasaan : Mudah dimengerti, hanya sedikit
berbelit-belit.
Ejaan :
Sudah baik, namun kurang rapih dalam penulisan, dan dalam penulisan judul ada
huruf yang kurang (koneling yang seharusnya konseling).
KOMENTAR :
Dari artikel
Sejarah bimbingan dan konseling Indonesia yang telah saya baca, lumayan
menyedihkan, namun seiring berjalannya waktu bimbingan dan konseling mengalami
perubahan ke jenjang yang lebih baik. Dari nama sendiri diganti, yang tadinya
bimbingan dan penyuluhan sekarang diganti menjadi bimbingan dan konseling.
Dari artikel
sejarah bimbingan dan konseling tersebut, para guru bimbingan dan konseling
yang selama ini mengajar dan membimbing siswa-siswa di sekolah kebanyakan
bukanlah berasal dari guru yang membidanginya, bukan lulusan dari jurusannya.
Banyak guru
yang menjadi guru bimbingan dan konseling di sekolah merangkap atau mengajar
mata pelajaran lain, padahal ini tidak baik. Seperti merangkap mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Kesenian, dan sebagainya. Ada yang merangkap menjadi pustakawan,
dan ada juga guru bimbingan dan konseling yang ditugasi menjadi polisi sekolah.
Ini
dikarenakan masih sedikit lulusan dari jurusan bimbingan dan konseling. Dan
adapun yang berasal dari lulusan bimbingan dan konseling kurang memahami dan
mengerti tugas dari guru bimbingan dan konseling tersendiri. Apalagi yang bukan
dalam bidangnya. Untuk itu lulusan dari jurusan bimbingan dan konseling sangat
dibutuhkan.
Dari tahun
ke tahun terus terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Sudah dibuat pola
bimbingan dan konseling, yaitu pola 17. Pola 17 ini dilahirkan karena banyak
yang salah mengartikan tentang bimbingan dan konseling itu, banyak pikiran
negatif yang diarahkan kepada guru bimbingan dan konseling. Namun setelah
dibuat pola 17, kini sudah lebih jelas tugas dari bimbingan dan konseling. Dan
sudah ada hukum yang melindunginya. Kegiatannya dilakukan dengan pola yang
jelas, bidang bimbingannya, jenis layanan, dan kegiatan pendukungnya.
Kini tahapan
kegiatan bimbingan dan konseling sudah bagus, dilakukan melalui beberapa tahap,
yang diantaranya perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, penilaian hasil
kegiatan, analisis hasil kegiatan, tindak lanjut, dilakukan didalam dan diluar
jam kerja sekolah. Namun dalam kenyataan masih sedikit yang melaksakannya.
Guru
bimbingan dan konseling sangat diperlukan dalam dunia pendidikan, terlebih
zaman sekarang. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang semakin cepat,
diperlukan seseorang yang dapat membimbing dan mengarahkan anak-anak bangsa.
Karena masa depan bangsa kita ada di tangan mereka.
Komentar
Posting Komentar